Pemilu sejatinya menggeliatkan semua sektor kehidupan masyarakat. Tidak hanya sosial dan politik, tapi juga sektor ekonomi. Sebagai contoh, aggaran pemilu yang dialokasikan untuk kebutuhan pengadaan logistik, barang dan jasa secara tidak langsung akan menggeliatkan sektor produksi dan distribusi.
Belanja dan konsumsi dari 7,2 juta penyelenggara pemilu dari tingkat pusat hingga ad hoc yang menerima honor pemilu juga secara tidak langsung merangsang daya beli masyarakat. Belum lagi belanja sosialisasi dan kampanye dari para peserta pemilu juga akan berpengaruh pada perputaran ekonomi di masyarakat.
Hal ini yang dipaparkan Anggota KPU August Mellaz saat menanggapi hasil survei Praxis, “Persepsi Masyarakat Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Korelasinya dengan Pemilu 2024”, yang dirilis di Menteng, Jakarta, Kamis (3/8/2023).
Mellaz secara pribadi menyambut baik hasil survei yang dirilis Praxis yang salah satunya memotret korelasi antara pemilu dan pertumbuhan ekonomi. Menurut dia hasil survei yang dirilis ini juga dapat menjadi data serta masukan bagi KPU dalam menentukan arah kebijakan. “Ini saya kira apresiasi, karena kami rajin memotret data survei yang dirilis berkala oleh teman-teman lembaga survei,” kata Mellaz.
Dilansir dari kpu.go.id, data yang dikeluarkan Praxis sendiri mengungkap sebanyak 33,84% responden setuju pemilu akan memengaruhi kondisi ekonomi Indonesia. Sebanyak 39,89% lainnya mengaku masih ragu dan 26,26% lainnya menyatakan tidak setuju. Menurut Director of Public Affairs Praxis PR dan Wakil Ketua Umum Public Affairs Forum Indonesia (PAFI) Sofyan Herbowo, responden yang ragu-ragu tersebut sesungguhnya juga condong untuk menyatakan setuju bahwa pemilu akan berdampak pada pertembuhan ekonomi.
Senada, pembicara ketiga pada kegiatan ini, Head of Research DBS Group Maynard Arif mengatakan sesungguhnya investor bersikap menunggu untuk menanamkan investasinya di Indonesia sebelum melihat capres dan cawapres yang ada. (humas kpu dianR/foto: dianR/ed diR)